Jumat, 26 April 2013

TUGAS II SOFTSKILL ( ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI) " HUKUM PERDATA "

HUKUM PERDATA







ALGANI DWIONAL
2EB04
20211589



BAB I
PENDAHULUAN

            Ketika bicara hukum di Indonesia, barangkali masyarakat sudah bosan dan lelah menyaksikan paradoks-paradoks yang terjadi dalam kehidupan hukum di negeri ini. Sudah banyak isu - isu miring yang dialamatkan kepada aparat penegak hukum, baik itu polisi, jaksa maupun hakim. Sudah banyak tuduhan-tuduhan yang telah disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, tentang banyaknya para koruptor penjarah uang rakyat milyaran dan bahkan triyulnan rupiah dibebaskan oleh pengadilan. Dan kalaupun dihukum hanya sebanding dengan hukuman pencuri ayam. Dengan mata telanjang dapat disaksikan bahwa orang miskin akan sangat kesulitan mencari keadilan diruang pengadilan, sedangkan orang berduit akan begitu mudah mendapatkan keadilan. Bukan rahasia lagi, bahwa dalam proses peradilan perkara pidana bila ingin mendapat keringanan atau bahkan bebas dari jeratan hukum harus menyediakan uang, begitu juga para pihak dalam perkara perdata, bila ingin memenangkan perkara maka harus menyediakan sejumlah uang.
               Dengan kata lain bahwa putusan pengadilan dapat dibeli dengan uang, karena yang menjadi parameter untuk keringanan hukuman dalam perkara pidana dan menang kalahnya dalam perkara perdata lebih kepada pertimbangan berapa jumlah uang untuk itu daripada pertimbangan hukum yang bersandar pada keadilan dan kebenaran. Dalam situasi yang serba extra ordinary dimana bangsa dan negara kita ini sulit untuk keluar dari tekanan krisis di segala bidang kehidupan tidak tertutup kemungkinan bangsa Indonesia akan tambah terperosok ke jurang nestapa yang semakin dalam dan menyeramkan, maka situasi mencekam seperti ini tidak ayal hukum menjadi institusi yang banyak menuai kritik karena dianggap tidak becus untuk memberikan jawaban yang prospektif. Pasca tumbangnya pemerintahan otoriter tahun 1998, hamper setiap saat dibumi pertiwi ini lahir peraturan perundang-undangan untuk mengatur dan menjawab problematika kehidupan di Negara ini, sehingga keberadaan bangka kita ini dalam kondisi hiperregulated society.
               Namun, dengan segudang peraturan perundang-undangan, baik menyangkut bidang kelembagaan maupun sisi kegidupan manusia Indonesia, keteraturan (order) tidak kunjung datang. Malahan hukum kita tampak kewelahan, yang akibatnya dengan seabrek peraturan perundang-undangan itu dalam ranah penegakan hukum justru malah menerbitkan persoalan-persoalan baru ketimbang menuntaskannya. Hal ini menurut Satjipto Rahardjo, komunitas hukum dianggap sebagai komunitas yang sangat lamban dalam menangkap momentum. Sejak tumbangnya pemerintahan otoriter 1998 yang selanjutnya disebut sebagai era reformasi, sebenarnya merupakan momentum paling penting dan strategis dari segi kehidupan social dan hukum, namun kondisi ini tidak mampu menggerakkan untuk mengambil manfaat dalam ranah perbaikan. Institusi yang dijadikan tumpuan pembebasan dan pencerahan, justru menjadi sarang troble maker bangsa.
               Dampaknya kehidupan hukum menjadi tidak terarah dan terpuruk. Dalam situasi keterpurukan hukum seperti ini, maka apapun uapya pembenahan dan perbaikan dibidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya niscaya merupakan suatu yang musykil dilakukan (mission impossible) . Hal ini apabila dicermati , minimal terdapat dua faktor utama. Pertama, perilaku penegak hukum (professional jurist) yang koruptif dan yang kedua, pola pikir para penegak hukum Indonesia sebagian besar masih terkungkung dalam pikiran legalistic-positivistik, meskipun system kelembagaan hukum telah ditabuh ke arah perubahan-perubahan namun paradigma para penegak hukum masih berpola lama (orde baru). Indonesia telah menyatakan korupsi merupakan extra ordinary, dan karenanya dinyatakan Negara Indonesia berada dalam keadaan darurat korupsi.
               Hal ini, melahirkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU nomor 20/2001 yang mengubah UU Nomor 31/1999). Dan karena Kejaksaan dan Kepolisian dianggap tidak mampu menangani korupsi kelas kakap, maka lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan luar biasa untuk melakukan pemberantasan korupsi. Namun pemberantasan korupsi yang dilakukan hanya sebatas popularitas, asal sikat dan sering salah sasaran. Hal ini terbutki, koruptor kelas kakap yang menjarah BLBI trilyunan rupiah nyaris belum tersentuh. Ironisnya menurut Anis Ibrahim, seandainya ada yang dibawa ke pengadilan terdapat dua kemungkinan putusan, jika tidak dibebaskan dengan dalih kekurangan alat bukti, bisa jadi vonisnya tidak jauh dari putusan penjahat sekelas preman jalanan.


BAB II

PENGERTIAN HUKUM PERDATA
            Istilah “hukum perdata” pertama kali diperkenalkan oleh Djojodiguno sebagai terjemahan dari Burgerlijkrecht pada masa penjajahan Jepang. Menurut Subekti, istilah “hukum perdata” dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam cakupannya yang luas ini hukum perdata disebut juga dengan istilah hukum sipil (civilrecht) dan hukum privat (privatrecht). Sedangkan secara sempit, istilah “hukum perdata” dipakai sebagai lawan dari “hukum dagang”. Dalam bukunya, Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht, Apeldoorn membagi hukum perdata menjadi dua macam, yaitu “hukum perdata materiil” yang mengatur kepentingan-kepentingan perdata, dan “hukum perdata formil” yang mengatur hukum mengenai pertikaian-pertikaian perdata atau dengan kata lain: cara mempertahankan peraturan-peraturan hukum perdata materiil dengan pertolongan hakim.

Secara terminologis, istilah hukum perdata didefinisikan secara beragam sesuai perspektif atau sudut pandang terhadap hukum perdata itu sendiri. Antara lain:
CST. Kansil : rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan yang lainnya, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Sudiman Kartodiprodjo : Semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur hak-hak dan kewajiban perdata.
Van Dunne: suatu aturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan.
HFA. Vollmar: aturan-aturan atau norma-norma yang memebrikan pembatasan dan oleh karenanya memebrikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.
Sudikno Mertokusumo : hukum antara perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat yang pelaksanannya diserahkan masing-masing pihak.
Salim HS: keseluruhan kaidah-kaidah hukum (tertulis/tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subyek hukum satu dengan subyek hukum yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan kemasyarakatan.
Titik Triwulan Tutik : hukum perdata adalah aturan yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1) Adanya kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, 2) Mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain, 3) Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata, meliputi: hukum orang, hukum keluarga, hukum benda dan sebagainya.

Sumber - Sumber Hukum Perdata

 Arti Sumber Hukum
           Yang dimaksud dengan sumber hukum  perdata ialah asal mula hukum perdata,atau tempat di mana hukum perdata ditemukan .Asal mula itu menunjuk kepada sejarah asalnya dan pembentukanya.Sedangkan “tempat” menunjuk kepada rumusan-rumusan itu dimuat dan dapat dibaca.
Sumber Dalam Arti Formal
            Sumber dalam arti “sejarah asalnya” hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonial belanda yang terhimpun dalam B.W. (KUHPdt).Berdasarkan aturan peralihan UUD45.
            Sumber dalam arti “pembentukanya “ adalah pembentuk undang-undang berdasarkan UUD45. Uud 45 ditetapkan oleh rakyat Indonesia ,yang di dalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan itu, B.W. (KUHPdt) dinyatakan tetap berlaku.Ini berarti pe,bentuk UUD Indonesia ikut menyatakan berlakunya B.W.(KUHPdt.). Sumber dalam arti asal mula (sejarah asal dan pembentuk) ini disebut sumber dalam arti formal.

Sumber Dalam Arti Material
            Sumer dalam arti “tempat” adalah staatsblad atau lembaran Negara dimana rumusan ketentuan undang-undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W.(KUHPdt), L.N. 1974-1 memuat undang-undang perkawinan, dll. Selain itu,keputusan hakim yang disebut  Yurispudensi juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata bentukan hakim dapat dibaca. Misalnya Yurispudensi Mahkamah Agung mengenai warisan,mengenai badan hukum,mengenai hak atas tanah,dan lain-lain.Sumber dalam arti tempat disebut “sumber dalam arti material”
             Sumber hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonial dahulu,terutama terdapat dalam staatsblad.Sedangkan yang lainnya sebagian besar Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. dan sebagian kecil saja adalah lembaran nrgara R.I. yang memuat hukum perdata nasional R.I.

Jenis-Jenis Gugatan Perkara Perdata Yang Lazim Diajukan di Peradilan Umum

Gugatan wanprestasi dan PMH terdapat perbedaan prinsip yaitu:
1. Gugatan wanprestasi (ingkar janji)
Ditinjau dari sumber hukumnya, wanprestasi menurut Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) timbul dari perjanjian (agreement). Oleh karena itu, wanprestasi tidak mungkin timbul tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih dahulu diantara para pihak. Hak menuntut ganti kerugian karena wanprestasi timbul dari Pasal 1243 KUH Perdata, yang pada prinsipnya membutuhkan penyataan lalai dengan surat peringatan (somasi). KUH Perdata juga telah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti kerugian yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti kerugian yang dapat dituntut dalam wanprestasi.

2. Gugatan PMH
Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, PMH timbul karena perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Hak menuntut ganti kerugian karena PMH tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti rugi tersebut. KUH Perdata tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan demikian, bisa digugat ganti kerugian yang nyata-nyata diderita dan dapat diperhitungkan (material) dan kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang (immaterial).


Agar Pengugat dapat menuntut ganti kerugian berdasarkan PMH, maka harus dipenuhi unsur-unsur yaitu:
  1. Harus ada perbuatan, yang dimaksud perbuatan ini baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat;
  2. Perbuatan tersebut harus melawan hukum. Istilah Melawan Hukum telah diartikan secara luas, yaitu tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan tetapi juga dapat berupa:
    1. Melanggar hak orang lain.
    2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
    3. Bertentangan dengan kesusilaan.
    4.  Bertentangan dengan kepentingan umum.
  3. Adanya kesalahan;
  4. Ada kerugian, baik materil maupun immaterial;
  5. Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan ,melawan hukum tersebut dengan kerugian.
Pembagian Harta Menurut Hukum Perdata

Harta Bersama
            Harta bersama  adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan (harta pencarian ). Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri . UU.No.1/1974 :
Pasal 35 ayat 1, menyatakan ; ”Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama” Terhadap harta bersama suami atau istri mempuyai hak dan kewajiban yang sama.
Kewenangan penyelesaian harta bersama :
Menurut ketentuan pasal 37 UUP (UU.No.1/1947 ), ”apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”. Yang dimaksud ” hukumnya ” masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya .
Pasal 49 ayat 1 ( UU.No.7/1974 ),menyatakan ; ”peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang...penyelesaian harta bersama...”.
            Dengan demikian, apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum yang telah berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum adat, hukum BW, dan lain sebagainya. Ketentuan semacam ini kemungkinan akan mengaburkan arti penguasaan harta bersama, yang diperoleh bersama dalam perkawinan. Karena ada kecenderungan pembagiannya yang tidak sama, yang mengecilkan hak istri atas harta bersama .Tanggung jawab suami dan istri terhadap harta bersama,
yaitu dinyatakan dalam;
Pasal 36 ayat 1; ”Suami atau istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan terhadap kedua belah pihak” .

Harta Bawaan
            Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya, yaitu suami atau istri. pasal 36 ayat 2 UUP ( UU.No.1/1974 ), menyatakan ;“Mengenai harta bawaan masing-masing, suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya” .
            Maksud dari pasal tersebut bahwa menjelaskan tentang hak suami atau istri untuk membelanjakan harta bawaan masing-masing. Tetapi, apabila pihak suami dan istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian juga apabila terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan .

Harta Perolehan
            Harta Perolehan adalah harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Pada dasarnya penguasaannya sama seperti harta bawaan. Masing-masing suami atau istri berhak sepenuhnya untuk perbuatan hukum mengenai harta benda perolehannya . Apabila pihak suami dan istri menentukan lain misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta perolehan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian. Demikian juga terjadi perceraian, harta perolehan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya. Kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan .

Contoh Hukum Perdata
            Karena sebagai inti dari tulisan ini adalah tentang contoh hukum perdata, maka tulisan ini akan difokuskan kepada contoh hukum perdata itu sendiri, dimana contohnya bisa Anda simak seperti yang akan dipaparkan secara lengkap pada tulisan dibawah ini:
Contoh Hukum Perdata Warisan
            Seorang ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya akan menuliskan sebuah surat wasiat. Namun ketika seorang ayah tersebut telah meninggal, dimana kemudian terjadi selisih paham antara anak-anaknya dan berujung kepada pelaporan salah seorang anak kepada pihak yang berwenang tentang perselisihan yang terjadi, maka kasus tersebut juga termasuk salah satu contoh kasus hukum perdata.
Contoh Hukum Perdata Perceraian
            Bila terjadi suatu masalah didalam suatu rumah tangga yang tidak menemukan solusi atau jalan keluar, maka sebagai jalan keluar alternatif yang diambil adalah perceraian. Suatu perceraian tersebut mungkin menjadi jalan satu-satunya yang dapat ditempuh untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi didalam rumah tangga tersebut. Kasus perceraian ini merupakan salah satu contoh yang masuk dalam kategori hukum perdata.
Contoh Kasus Perdata Pencemaran Nama Baik
            Seorang artis merasa terhina atas pemberitaan sebuah media massa. Gosip tersebut telah digosipkan oleh media menjadi seorang pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima dengan pemberitaan tersebut, maka sang artis melaporkan media massa tersebut ke polisi atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Kasus antara artis dan media massa tersebut juga termasuk menjadi salah satu contoh kasus hukum perdata.

Pembagian Hukum Perdata


A.    Hukum pribadi
Hukum pribadi adalah hukum yang mengatur tentang diri seseorang dalam hukum ini manusia sebagai subjek dalam sebuah hukum, sehingga hukum ini mengatur tentang hak hak dan kewajibanseseorang.

B.  Hukum tentang kekeluargaan
Hukum yang satu ini membahas tentang hubungan hukum dengan masalah kekeluargaan, contohnya saja seperti hukum yang mengatur tentang pembagian harta gono gini di dalam hubungan pasangan suamiistri.
C.  Hukum kekayaan
Hukum ini mengatur tentang hukum yang berkaitan dengan masalah uang, sehingga hak hak kekayaan menjadi di bagi lagi menjadi atas hak haknya dimana hukum tersebut hukum yang berlaku untuk siapapun.

D. Hukum warisan
Hukum yang mengatur tentang harta yang dimiliki seseorang yang kemudian orang tersebut telah meninggal dunia.
            Indonesia memiliki 2 jenis hukum yaitu hukum perdata dan hukum pidana. Kedua tentu saja berbeda, dan memiliki aturannya masing masing. Jika hukum perdana adalah hukum yang telah di atur sesuai dengen perundang undangan RI sehingga ketika seorang melakukan kesalahan maka akan terjadinya tindakan Negara untuk member hukuman sesuai dengan apa yang ada di undang undang dasar. Berbeda dengan hukum perdata yang terjadi di Indonesia, hukum yang mengatur tentang hubungan hak seseorang dengan orang lainnya atau dikatakan dengan hubungan kepentingan antara individu dengen individu lainnya.


DAFTAR PUSTAKA.

Drs. H. Abdul Manan, SH, S. IP.M. HUM. Dkk, Pokok Hukum Perdata ( PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002 ).
H. Ridwan Syahrani, SH, Seluk-beluk dan Asas-asas Perdata (PT. Almuni, Bandung, 2004)
Abdurrahman S.H , Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perkawinan ( Cet.1 , CV. Akademika Pressindo, Jakarta , 1986 ).
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia ( PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980 ).