HUKUM PERDATA
ALGANI DWIONAL
2EB04
20211589
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika
bicara hukum di Indonesia, barangkali masyarakat sudah bosan dan lelah
menyaksikan paradoks-paradoks yang terjadi dalam kehidupan hukum di negeri ini.
Sudah banyak isu - isu miring yang dialamatkan kepada aparat penegak hukum,
baik itu polisi, jaksa maupun hakim. Sudah banyak tuduhan-tuduhan yang telah
disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat, tentang banyaknya para koruptor
penjarah uang rakyat milyaran dan bahkan triyulnan rupiah dibebaskan oleh
pengadilan. Dan kalaupun dihukum hanya sebanding dengan hukuman pencuri ayam.
Dengan mata telanjang dapat disaksikan bahwa orang miskin akan sangat kesulitan
mencari keadilan diruang pengadilan, sedangkan orang berduit akan begitu mudah
mendapatkan keadilan. Bukan rahasia lagi, bahwa dalam proses peradilan perkara
pidana bila ingin mendapat keringanan atau bahkan bebas dari jeratan hukum
harus menyediakan uang, begitu juga para pihak dalam perkara perdata, bila
ingin memenangkan perkara maka harus menyediakan sejumlah uang.
Dengan kata lain bahwa putusan
pengadilan dapat dibeli dengan uang, karena yang menjadi parameter untuk
keringanan hukuman dalam perkara pidana dan menang kalahnya dalam perkara
perdata lebih kepada pertimbangan berapa jumlah uang untuk itu daripada
pertimbangan hukum yang bersandar pada keadilan dan kebenaran. Dalam situasi
yang serba extra ordinary dimana bangsa dan negara kita ini sulit untuk keluar
dari tekanan krisis di segala bidang kehidupan tidak tertutup kemungkinan
bangsa Indonesia akan tambah terperosok ke jurang nestapa yang semakin dalam
dan menyeramkan, maka situasi mencekam seperti ini tidak ayal hukum menjadi
institusi yang banyak menuai kritik karena dianggap tidak becus untuk
memberikan jawaban yang prospektif. Pasca tumbangnya pemerintahan otoriter
tahun 1998, hamper setiap saat dibumi pertiwi ini lahir peraturan
perundang-undangan untuk mengatur dan menjawab problematika kehidupan di Negara
ini, sehingga keberadaan bangka kita ini dalam kondisi hiperregulated society.
Namun, dengan segudang peraturan
perundang-undangan, baik menyangkut bidang kelembagaan maupun sisi kegidupan
manusia Indonesia, keteraturan (order) tidak kunjung datang. Malahan hukum kita
tampak kewelahan, yang akibatnya dengan seabrek peraturan perundang-undangan
itu dalam ranah penegakan hukum justru malah menerbitkan persoalan-persoalan
baru ketimbang menuntaskannya. Hal ini menurut Satjipto Rahardjo, komunitas
hukum dianggap sebagai komunitas yang sangat lamban dalam menangkap momentum.
Sejak tumbangnya pemerintahan otoriter 1998 yang selanjutnya disebut sebagai
era reformasi, sebenarnya merupakan momentum paling penting dan strategis dari
segi kehidupan social dan hukum, namun kondisi ini tidak mampu menggerakkan
untuk mengambil manfaat dalam ranah perbaikan. Institusi yang dijadikan tumpuan
pembebasan dan pencerahan, justru menjadi sarang troble maker bangsa.
Dampaknya kehidupan hukum menjadi
tidak terarah dan terpuruk. Dalam situasi keterpurukan hukum seperti ini, maka
apapun uapya pembenahan dan perbaikan dibidang ekonomi dan bidang-bidang
lainnya niscaya merupakan suatu yang musykil dilakukan (mission impossible) .
Hal ini apabila dicermati , minimal terdapat dua faktor utama. Pertama,
perilaku penegak hukum (professional jurist) yang koruptif dan yang kedua, pola
pikir para penegak hukum Indonesia sebagian besar masih terkungkung dalam
pikiran legalistic-positivistik, meskipun system kelembagaan hukum telah
ditabuh ke arah perubahan-perubahan namun paradigma para penegak hukum masih
berpola lama (orde baru). Indonesia telah menyatakan korupsi merupakan extra
ordinary, dan karenanya dinyatakan Negara Indonesia berada dalam keadaan
darurat korupsi.
Hal ini, melahirkan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU nomor 20/2001 yang mengubah UU Nomor
31/1999). Dan karena Kejaksaan dan Kepolisian dianggap tidak mampu menangani
korupsi kelas kakap, maka lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
memiliki kewenangan luar biasa untuk melakukan pemberantasan korupsi. Namun
pemberantasan korupsi yang dilakukan hanya sebatas popularitas, asal sikat dan
sering salah sasaran. Hal ini terbutki, koruptor kelas kakap yang menjarah BLBI
trilyunan rupiah nyaris belum tersentuh. Ironisnya menurut Anis Ibrahim,
seandainya ada yang dibawa ke pengadilan terdapat dua kemungkinan putusan, jika
tidak dibebaskan dengan dalih kekurangan alat bukti, bisa jadi vonisnya tidak
jauh dari putusan penjahat sekelas preman jalanan.
BAB II
PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Istilah “hukum perdata” pertama kali
diperkenalkan oleh Djojodiguno sebagai terjemahan dari Burgerlijkrecht
pada masa penjajahan Jepang. Menurut Subekti, istilah “hukum perdata” dalam
arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil”, yaitu segala hukum pokok
yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Dalam cakupannya yang luas
ini hukum perdata disebut juga dengan istilah hukum sipil (civilrecht)
dan hukum privat (privatrecht). Sedangkan secara sempit, istilah
“hukum perdata” dipakai sebagai lawan dari “hukum dagang”. Dalam bukunya,
Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht, Apeldoorn membagi
hukum perdata menjadi dua macam, yaitu “hukum perdata materiil” yang mengatur
kepentingan-kepentingan perdata, dan “hukum perdata formil” yang mengatur hukum
mengenai pertikaian-pertikaian perdata atau dengan kata lain: cara
mempertahankan peraturan-peraturan hukum perdata materiil dengan pertolongan
hakim.
Secara terminologis, istilah hukum perdata didefinisikan secara beragam sesuai perspektif atau sudut pandang terhadap hukum perdata itu sendiri. Antara lain:
CST. Kansil
: rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang
yang satu dan yang lainnya, dengan menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan.
Sudiman Kartodiprodjo
: Semua kaidah hukum yang menentukan dan mengatur hak-hak dan kewajiban
perdata.
Van Dunne:
suatu aturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan
individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan.
HFA. Vollmar:
aturan-aturan atau norma-norma yang memebrikan pembatasan dan oleh karenanya
memebrikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang
tepat antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya dari orang-orang dalam
suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan
lalu lintas.
Sudikno Mertokusumo
: hukum antara perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu
terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat
yang pelaksanannya diserahkan masing-masing pihak.
Salim HS:
keseluruhan kaidah-kaidah hukum (tertulis/tidak tertulis) yang mengatur
hubungan antara subyek hukum satu dengan subyek hukum yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan dalam pergaulan kemasyarakatan.
Titik Triwulan Tutik
: hukum perdata adalah aturan yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1)
Adanya kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, 2) Mengatur hubungan
hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain, 3) Bidang hukum
yang diatur dalam hukum perdata, meliputi: hukum orang, hukum keluarga, hukum
benda dan sebagainya.
Sumber - Sumber Hukum
Perdata
Arti Sumber Hukum
Yang
dimaksud dengan sumber hukum perdata ialah asal mula hukum
perdata,atau tempat di mana hukum perdata ditemukan .Asal mula itu menunjuk
kepada sejarah asalnya dan pembentukanya.Sedangkan “tempat” menunjuk kepada
rumusan-rumusan itu dimuat dan dapat dibaca.
Sumber Dalam
Arti Formal
Sumber dalam arti “sejarah asalnya”
hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonial belanda yang
terhimpun dalam B.W. (KUHPdt).Berdasarkan aturan peralihan UUD45.
Sumber
dalam arti “pembentukanya “ adalah pembentuk undang-undang berdasarkan UUD45.
Uud 45 ditetapkan oleh rakyat Indonesia ,yang di dalamnya termasuk juga aturan
peralihan.Atas dasar aturan peralihan itu, B.W. (KUHPdt) dinyatakan tetap
berlaku.Ini berarti pe,bentuk UUD Indonesia ikut menyatakan berlakunya
B.W.(KUHPdt.). Sumber dalam arti asal mula (sejarah asal dan pembentuk)
ini disebut sumber dalam arti formal.
Sumber Dalam Arti
Material
Sumer dalam arti “tempat” adalah
staatsblad atau lembaran Negara dimana rumusan ketentuan undang-undang hukum
perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W.(KUHPdt), L.N.
1974-1 memuat undang-undang perkawinan, dll. Selain itu,keputusan hakim yang
disebut Yurispudensi juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana
hukum perdata bentukan hakim dapat dibaca. Misalnya Yurispudensi Mahkamah Agung
mengenai warisan,mengenai badan hukum,mengenai hak atas tanah,dan
lain-lain.Sumber dalam arti tempat disebut “sumber dalam arti material”
Sumber
hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman
kolonial dahulu,terutama terdapat dalam staatsblad.Sedangkan yang lainnya
sebagian besar Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. dan sebagian kecil saja adalah
lembaran nrgara R.I. yang memuat hukum perdata nasional R.I.
Jenis-Jenis Gugatan Perkara Perdata Yang
Lazim Diajukan di Peradilan Umum
Gugatan wanprestasi dan PMH terdapat
perbedaan prinsip yaitu:
1. Gugatan wanprestasi (ingkar janji)
Ditinjau dari sumber hukumnya,
wanprestasi menurut Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”) timbul dari perjanjian (agreement). Oleh karena itu,
wanprestasi tidak mungkin timbul tanpa adanya perjanjian yang dibuat terlebih
dahulu diantara para pihak. Hak menuntut ganti kerugian karena wanprestasi
timbul dari Pasal 1243 KUH Perdata, yang pada prinsipnya membutuhkan penyataan
lalai dengan surat peringatan (somasi). KUH Perdata juga telah mengatur tentang
jangka waktu perhitungan ganti kerugian yang dapat dituntut, serta jenis dan
jumlah ganti kerugian yang dapat dituntut dalam wanprestasi.
2. Gugatan PMH
Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, PMH
timbul karena perbuatan seseorang yang mengakibatkan kerugian pada orang lain.
Hak menuntut ganti kerugian karena PMH tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi
PMH, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti rugi
tersebut. KUH Perdata tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi.
Dengan demikian, bisa digugat ganti kerugian yang nyata-nyata diderita dan
dapat diperhitungkan (material) dan kerugian yang tidak dapat dinilai dengan
uang (immaterial).
Agar Pengugat dapat menuntut ganti
kerugian berdasarkan PMH, maka harus dipenuhi unsur-unsur yaitu:
- Harus ada perbuatan, yang dimaksud perbuatan ini
baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif, artinya setiap tingkah
laku berbuat atau tidak berbuat;
- Perbuatan tersebut harus melawan hukum. Istilah
Melawan Hukum telah diartikan secara luas, yaitu tidak hanya melanggar
peraturan perundang-undangan tetapi juga dapat berupa:
- Melanggar hak orang lain.
- Bertentangan dengan kewajiban
hukum si pelaku.
- Bertentangan dengan kesusilaan.
- Bertentangan dengan
kepentingan umum.
- Adanya kesalahan;
- Ada kerugian, baik materil maupun immaterial;
- Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan
,melawan hukum tersebut dengan kerugian.
Pembagian Harta Menurut Hukum Perdata
Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh
selama perkawinan (harta pencarian ). Harta bersama dikuasai oleh suami dan
istri . UU.No.1/1974 :
Pasal 35 ayat 1, menyatakan ; ”Harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama” Terhadap harta bersama
suami atau istri mempuyai hak dan kewajiban yang sama.
Kewenangan penyelesaian harta bersama :
Kewenangan penyelesaian harta bersama :
Menurut ketentuan pasal 37 UUP (UU.No.1/1947 ),
”apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing”. Yang dimaksud ” hukumnya ” masing-masing adalah hukum
agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya .
Pasal 49 ayat 1 ( UU.No.7/1974 ),menyatakan ;
”peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang...penyelesaian harta bersama...”.
Dengan
demikian, apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum
yang telah berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum adat,
hukum BW, dan lain sebagainya. Ketentuan semacam ini kemungkinan akan
mengaburkan arti penguasaan harta bersama, yang diperoleh bersama dalam
perkawinan. Karena ada kecenderungan pembagiannya yang tidak sama, yang
mengecilkan hak istri atas harta bersama .Tanggung jawab suami dan istri
terhadap harta bersama,
yaitu dinyatakan dalam;
yaitu dinyatakan dalam;
Pasal 36 ayat 1; ”Suami atau istri dapat bertindak
terhadap harta bersama atas persetujuan terhadap kedua belah pihak” .
Harta Bawaan
Harta
bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya, yaitu suami atau istri. pasal 36
ayat 2 UUP ( UU.No.1/1974 ), menyatakan ;“Mengenai harta bawaan masing-masing,
suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai
harta bendanya” .
Maksud
dari pasal tersebut bahwa menjelaskan tentang hak suami atau istri untuk
membelanjakan harta bawaan masing-masing. Tetapi, apabila pihak suami dan istri
menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta
bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian juga apabila
terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing
pemiliknya, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan .
Harta Perolehan
Harta Perolehan adalah harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai
hadiah atau warisan. Pada dasarnya penguasaannya sama seperti harta bawaan.
Masing-masing suami atau istri berhak sepenuhnya untuk perbuatan hukum mengenai
harta benda perolehannya . Apabila pihak suami dan istri menentukan lain
misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta perolehan
dilakukan sesuai dengan isi perjanjian. Demikian juga terjadi perceraian, harta
perolehan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya. Kecuali jika
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan .
Contoh Hukum Perdata
Karena
sebagai inti dari tulisan ini adalah tentang contoh hukum perdata, maka tulisan
ini akan difokuskan kepada contoh hukum perdata itu sendiri, dimana contohnya
bisa Anda simak seperti yang akan dipaparkan secara lengkap pada tulisan
dibawah ini:
Contoh Hukum
Perdata Warisan
Seorang
ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya
akan menuliskan sebuah surat wasiat. Namun ketika seorang ayah tersebut telah
meninggal, dimana kemudian terjadi selisih paham antara anak-anaknya dan
berujung kepada pelaporan salah seorang anak kepada pihak yang berwenang
tentang perselisihan yang terjadi, maka kasus tersebut juga termasuk salah satu
contoh kasus hukum perdata.
Contoh Hukum
Perdata Perceraian
Bila
terjadi suatu masalah didalam suatu rumah tangga yang tidak menemukan solusi
atau jalan keluar, maka sebagai jalan keluar alternatif yang diambil adalah
perceraian. Suatu perceraian tersebut mungkin menjadi jalan satu-satunya yang
dapat ditempuh untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi didalam rumah tangga
tersebut. Kasus perceraian ini merupakan salah satu contoh yang masuk dalam
kategori hukum perdata.
Contoh Kasus
Perdata Pencemaran Nama Baik
Seorang
artis merasa terhina atas pemberitaan sebuah media massa. Gosip tersebut telah
digosipkan oleh media menjadi seorang pengedar dan pemakai psikotropika. Karena
tidak terima dengan pemberitaan tersebut, maka sang artis melaporkan media
massa tersebut ke polisi atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan
perbuatan tidak menyenangkan. Kasus antara artis dan media massa tersebut juga
termasuk menjadi salah satu contoh kasus hukum perdata.
Pembagian Hukum Perdata
A. Hukum pribadi
Hukum pribadi adalah
hukum yang mengatur tentang diri seseorang dalam hukum ini manusia sebagai
subjek dalam sebuah hukum, sehingga hukum ini mengatur tentang hak hak dan
kewajibanseseorang.
B. Hukum tentang kekeluargaan
B. Hukum tentang kekeluargaan
Hukum yang satu ini
membahas tentang hubungan hukum dengan masalah kekeluargaan, contohnya saja
seperti hukum yang mengatur tentang pembagian harta gono gini di dalam hubungan
pasangan suamiistri.
C.
Hukum kekayaan
Hukum ini mengatur
tentang hukum yang berkaitan dengan masalah uang, sehingga hak hak kekayaan
menjadi di bagi lagi menjadi atas hak haknya dimana hukum tersebut hukum yang
berlaku untuk siapapun.
D. Hukum warisan
D. Hukum warisan
Hukum yang mengatur
tentang harta yang dimiliki seseorang yang kemudian orang tersebut telah
meninggal dunia.
Indonesia memiliki 2
jenis hukum yaitu hukum perdata dan hukum pidana. Kedua tentu saja berbeda, dan
memiliki aturannya masing masing. Jika hukum perdana adalah hukum yang telah di
atur sesuai dengen perundang undangan RI sehingga ketika seorang melakukan
kesalahan maka akan terjadinya tindakan Negara untuk member hukuman sesuai
dengan apa yang ada di undang undang dasar. Berbeda dengan hukum perdata yang
terjadi di Indonesia, hukum yang mengatur tentang hubungan hak seseorang dengan
orang lainnya atau dikatakan dengan hubungan kepentingan antara individu dengen
individu lainnya.
DAFTAR PUSTAKA.
Drs. H. Abdul Manan, SH, S. IP.M. HUM. Dkk, Pokok Hukum Perdata ( PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002 ).
H. Ridwan Syahrani, SH, Seluk-beluk dan Asas-asas Perdata (PT. Almuni, Bandung, 2004)
H. Ridwan Syahrani, SH, Seluk-beluk dan Asas-asas Perdata (PT. Almuni, Bandung, 2004)
Abdurrahman S.H , Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perkawinan
( Cet.1 , CV. Akademika Pressindo, Jakarta , 1986 ).
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia ( PT. Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1980 ).